Harga smartphone diprediksi naik dalam beberapa tahun ke depan. Analis menilai tekanan biaya ini berpotensi membuat hp murah dan segmen budget phone menjadi lini yang paling terdampak di pasar global.
Penyebabnya lonjakan harga memori akibat kebutuhan RAM untuk pusat data AI membuat biaya produksi ponsel meningkat.
Di satu sisi, permintaan konsumen terhadap smartphone tetap tinggi. Namun di sisi lain, pabrikan harus berebut pasokan memori dengan perusahaan teknologi besar yang membangun pusat data AI dalam skala masif.
Perang Memori untuk AI

Semua perangkat komputasi membutuhkan RAM, dan pusat data AI menjadi “pemakan” memori terbesar saat ini.
Server AI membutuhkan kapasitas RAM sangat besar untuk memproses model, menyimpan solusi sementara, dan melakukan prefetch data dari storage.
Kondisi ini membuat produsen semikonduktor lebih fokus memenuhi pesanan chip memori untuk data center yang marginnya jauh lebih tinggi dibanding modul untuk smartphone atau PC konsumen.
Secara teori, kebutuhan konsumen tidak berubah: orang tetap butuh smartphone baru. Namun kapasitas produksi memori terbatas.
Ilustrasinya, jika produsen hanya mampu membuat 500 modul memori, sementara kontrak yang sudah berjalan untuk vendor smartphone hanya 85 unit, sisa kapasitas akan diprioritaskan ke pesanan data center yang lebih menguntungkan.
Setelah kontrak ponsel terpenuhi, produsen akan menaikkan harga karena lini produksi harus bekerja lebih keras untuk mengejar seluruh permintaan.
Dampaknya, biaya produksi smartphone naik karena harga RAM meningkat, sementara jumlah unit yang bisa dibuat lebih sedikit dibanding permintaan.
Dalam skenario ini, konsumen pada akhirnya menjadi pihak yang menanggung kenaikan harga perangkat.
Menurut lembaga riset Counterpoint Research, harga memori diperkirakan naik sekitar 30% pada kuartal terakhir 2025 dan bertambah 20% lagi di awal tahun depan.
Jika harga komponen memori di dalam sebuah smartphone naik sekitar 50% secara total, produsen hampir pasti akan menyalurkan sebagian beban biaya tersebut ke harga jual.
Pola Belanja Konsumen Berubah

Laporan IDC juga memperingatkan bahwa kenaikan ini bisa berdampak langsung ke pola belanja konsumen.
Riset tersebut memproyeksikan rata-rata harga jual (average selling price/ASP) smartphone akan naik menjadi US$465 pada 2026, dari sekitar US$457 pada 2025.
IDC memperkirakan nilai pasar smartphone global akan menyentuh rekor sekitar US$578,9 miliar.
Segmen yang paling rentan adalah hp murah dan model budget. Di kelas ini, ruang margin keuntungan produsen sangat tipis.
Sedikit saja komponen utama seperti RAM naik harga, struktur biaya langsung terganggu. Untuk menjaga profit, pabrikan hampir tidak punya pilihan selain menaikkan harga jual hp entry-level yang selama ini menjadi tulang punggung pasar Android terjangkau.
Sementara itu, penggemar gadget yang terbiasa membayar lebih dari US$1.000 untuk flagship mungkin masih bisa menerima kenaikan harga dalam batas tertentu.
Namun mayoritas pengguna yang mengandalkan smartphone murah untuk kebutuhan harian berpotensi menunda upgrade jika harga sudah dirasa terlalu tinggi, apalagi jika perangkat lama masih berfungsi dengan baik.
IDC bahkan memprediksi penurunan permintaan pada 2026 ketika konsumen mulai menahan pembelian ponsel baru.
Secara praktis, konsumen harus mulai bersiap menghadapi siklus pembaruan smartphone yang lebih panjang dan harga perangkat yang kian “menggigit”.
Pertanyaannya, seberapa jauh kamu siap menerima kenaikan harga saat membeli smartphone berikutnya, atau memilih bertahan lebih lama dengan hp yang saat ini kamu gunakan sambil menunggu pasar kembali stabil.

